Monday, June 20, 2011

Catatan Dini Hari

Jam 03.00 WITA dan saya masih di depan laptop, bikin yang namanya memorandum pengusulan kredit...sebuah penjelasan luar biasa panjang yang didasarkan pada hasil wawancara serta konfirmasi ke beberapa pihak yang seringkali enggan berbagi informasi. Ditambah lagi dengan sifat moody yang harus mendatangkan mood dulu buat bisa konsentrasi mengerjakan ini...bener2 memperlama proses *pukul2 diri sendiri*.
Untungnya tadi saya sudah sempat tidur 3 jam an, cukuplah untuk membuat mata saya bertahan sampai nanti benar2 pagi.
Menyadari kondisi begini koq saya jadi mikir, sampai kapan ya saya bekerja seperti ini, yang bahkan waktu untuk diri sendiri saja saya gak punya. Kalo sudah begini agak bersyukur saat ini saya single, ga perlu merasa bersalah gak bisa ngasi waktu buat pacar. Ya tapi bagaimanapun kan saya harus mikirin kehidupan pribadi saya juga, pengen juga punya pacar lagi, ga harus di negri antah berantah ini juga si dianya, yang penting nyaman buat berbagi dan bertanggung jawab jaga komitmen. Ya semoga si buruan, ahahaha...ngarep kan jadinyaa... Bagaimanapun kebutuhan akan afeksi termasuk dalam kebutuhan sosial yang mana menurut Maslow kebutuhan sosial tersebut merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia *agak maksa si ini*.
Trus ya belom lagi nanti kalo punya suami, ms malem begini suaminya ditinggal kencan sm kerjaan...weeeew,,,,kasian bgt ya calon suami saya nanti -_-,pada mundur dooonk ini nantiii...hoaaaaaa...!!*apa siih, gak jelas deh saya*
Baiklah, sekian dulu catatan di dini hari ini...saya mau lanjut kencan sama kerjaan saya dulu...wkwkwkwkwk...

Tuesday, June 14, 2011

Sebuah Entah

Setelah pembicaraan gak penting di dini hari yang buta waktu itu. Setelah kata-kata gak penting yang sesungguhnya tidak punya arti yang coba kita eh saya uraikan maknanya. Setelah segala entah yang telah terjadi. Setelah 130 hari sejak pesan pertama. Dan masih entah, hahahaha...masih berupa sebuah tanya...

Sunday, June 12, 2011

Sekarang Ini

Sekarang ini, delapan bulan setelah postingan saya yang terakhir. Delapan bulan dan sudah begitu banyak hal yang terjadi. Delapan bulan dan sangat banyak perubahan yang terjadi dalam hidup. Delapan bulan, ada menjadi tiada, tiada menjadi ada. Delapan bulan dan begitu saja, waktu selalu berlari tak pernah sedikit saja memberi kesempatan untuk kita sejenak beristirahat.
Sekarang ini, inilah saya, beginilah saya...baru saja mengalami gelombang yang saya anggap cukup besar. Sebuah kata kehilangan sejujurnya tak pernah bisa benar2 menggambarkan apa yang terjadi. Dan begitu saja, sejatinya memang skenario besar telah dirancang untuk saya...Untuk sebuah kehilangan, Jakarta dan kemudian Manado, tempat dimana sekarang saya berada. Dan lagi2 begitu saja, semua terjadi...waktu berjalan dan dunia terus berputar..sekalipun kita berhenti sekeliling kita terus berlari. Yah begitulah, hanya bisa menertawakan diri sendiri terkadang. Hanya waktu yang menyembuhkan, hanya cinta yang mengobati luka. Dan saya menunggu untuk itu, waktu yang akan mengeringkan luka dan cinta baru yang akan memberi nafas baru.
Saya ikhlas, atau setidaknya saya berusaha untuk ikhlas atas semua yang terjadi. Sungguh saya tidak ingin menyakiti diri sendiri lagi, biarlah semua berjalan apa adanya, mengalir seperti air, berhembus kemana angin membawanya, tanpa paksaan, tanpa apapun yang dipaksakan. Karena saya kini tau, bahwa kita tidak akan pernah bisa memaksakan apapun untuk terjadi di dunia ini.
Sekarang ini, biarlah yang akan terjadi terjadi...segala harapan dan impian biarlah saya simpan dalam hati dan pikiran saya,saya bicarakan dengan Dia yang saya yakin lebih mengerti. Kedatangan orang baru yang menyejukkan pun tidak bisa saya paksakan,setiap pribadi punya pemikiran masing2 dan bahkan punya ketakutannya masing2. Bukankah memang harus banyak yang dipikirkan ketika kita memutuskan untuk bersama dengan seseorang. Kalo saya berharap pun kini tidak akan terlalu tinggi, saya takut merasakan sakitnya terjatuh lagi. Kalopun saya boleh berharap, saya hanya berharap, akan ada seseorang yang cukup berani menerima saya dengan segala kondisi dan keterbatasan saya termasuk ketika mungkin sementara kami harus jauh, cukup berani menempuh resiko untuk bersama saya, cukup berani untuk mengusahakan segala hal agar tetap bisa bersama saya. Selamanya, sampai maut yang memisahkan. Semoga saja, ada yang cukup berani untuk itu. Semoga saya masih pantas untuk sekedar berharap harapan saya akan dikabulkan. Amin.